'12 Angry Men' (1957) Review




Setelah sekian lama menyimpan film ini di watchlist akhirnya datang juga waktu untuk menontonnya, dan penyesalan itu datang juga. Penyesalan bahwa saya selama ini melewatkan film ini dan baru sempat menontonnya sekarang. Review ini pun ditulis atas latar belakang untuk membayar penyesalan saya tersebut, ditulis dengan hati-hati dan se-"dalam" mungkin dan juga mungkin menjadi review paling berdasar dan paling tidak asal-asalan yang pernah saya buat sejauh ini.

12 Angry Men merupakan feature film pertama dari sutradara kenamaan yaitu Sidney Lumet (Dog Day Afternoon, Network, Serpico). Film ini bercerita tentang 12 orang juri yang berdiskusi untuk menentukan nasib seorang anak muda yang menjadi tersangka pembunuhan ayahnya sendiri. Film ini menampilkan ide cerita yang sangat menarik walaupun sebenarnya sangat sederhana. Menonton sekumpulan orang yang saling beradu argumen emang selalu menarik. Bahkan terkadang tanpa perlu paham topik yang didebatkan dan mengetahui orang-orang yang terlibat. Contoh sederhananya mungkin adalah adu argumen pada kolom komentar di Youtube, Facebook, dan media online lainnya. Film ini layaknya merupakan contoh klasik dari hal tersebut, dimana orang-orang ini akan saling bertempur untuk mempertahankan argumen masing-masing dengan pendekatan yang berbeda-beda. Menjadi bentuk simbolis dari pertempuran ideologi, penggambaran sempurna juga dari dunia politik.

Film ini hampir berumur 60 tahun dan hanya berdurasikan 1,5 jam, dengan latar hanya di satu tempat dan waktu, dan hanya bersenjatakan adegan yang berisikan dialog-dialog. Namun mungkin mudahnya, bisa saya bilang film ini ljauh lebih seru dari mayoritas film-film blockbuster, jauh lebih menegangkan dari mayoritas film-fim thriller, jauh lebih penuh misteri dari mayoritas film-film detektif, dan jauh lebih sarat makna dari mayoritas film-film inspirasional yang ada. Dengan dialog-dialog yang kaya dan natural. Film ini berhasil mengangkifkan imaginasi liar para penonton lewat dialog-dialognya. Menarik memang walaupun terdapa keterbatasan dan kesederhanaan latar tempat dan waktu pada film ini, bisa banyak hal baru yang terjadi untuk diceritakan kepada penonton.



Film ini juga saya rasa secara tidak langsung digambarkan lewat salah satu kalimat dari seorang juri ke-11 (diperankan oleh Lee J. Cobb), "the boy looks guilty on the surface, but maybe if we go deeper? ...". Berbeda dengan film-film kebanyakan sekarang yang berfokus kepada impresi pada penonton lewat visual dan plot "keren" yang hanya di permukaan, tapi hampa jika dilihat lebih dalam lagi. Film ini menampilkan kedalaman cerita yang dibalut dengan kesederhanaan. Mungkin salah satunya, bisa saya bilang ditampilkan lewat warna hitam-putih pada film ini, yang menggambarkan ironi dari kemontonan yang tidak monoton dari film ini. Walaupun sebenarnya pada saat itu film berwarna memang sudah bukan hal baru lagi, walaupun pembuatannya tentunya mahal dan tidak mungkin didapatkan oleh film eksperimental dengan sutradara debutan (Sidney Lumet) seperti film ini. Terbuktikan lewat film baru 12 Angry Men (1997) yang gagal mendapatkan hal ini.

Menarik melihat akting dari seluruh cast disini (yang hampir semuanya merupakan nama-nama besar pada era Golden Age di Hollywood), karena bukanlah hal yang mudah untuk melakukan dialog-dialog, menampilkan gestur dan ekspresi dengan close-up secara konstan (yng behasil membuat penonton dengan mudah engidentifikasi sudut pandang serta latar belakang setiap karakternya). Kegaguman terbesar saya dari semua aktor adalah kepada Henry Fonda yang memainkan juri ke-8 atau Davis, beliau berhasil menampilkan performa terbaiknya disini dengan gayanya seniri. Namun, tentunya setiap aktor disini berhasil menghidupkan karakter yang dimainkannya. Dengan baik mereka menampilakan dengan ciri khas, gaya, dan sifat yang terlihat jelas berbeda antara satu dan yang lain membuat film ini terasa nyata. Mungkin gambar di bawah ini bisa memperjelas maksud dari saya.




Perubahan yang terjadi pada setiap karakter disini pun ditampilkan dengan baik. Proses perubahan sifat dan sudut pandang mereka secara luas dan bagaimana mereka melawan egonya masing-masing yang disimbolkan lewat perubahan voting mereka. Penonton seakan dibawa secara langsung melewati perpaduan sempurna antara pengembangan karakter dan plot di film ini.

Walaupun berakhir dengan sebuah keputusan, hal yang menarik dari film ini adalah penonton tidak akan pernah tau sesuatu yang sebenarnya terjadi pada sang tersangka. Layaknya 12 juri yang beradu argumen disana, mereka tidak pernah tau secara pasti tentang segala hal. Semua hanya berlandaskan fakta yang ada ditambah dengan opini para karakter dan asumsi-asumsi yang mereka buat. Seperti yang dikatakan oleh Henry Fonda pada film ini bahwa segala kemungkinan mungkin saja terjadi, bisa jadi selama ini dia sedang membela seorang yang benar-benar bersalah, bisa jadi sebaliknya. Walaupun kelihatannya ada, namun sebenarnya tidak ada yang benar dan tidak ada yang salah dalam film ini. Penonton dibuat tertipu lewat istilah guilty dan not guilty disini, karena tidak ada yang tahu secara pasti disini.

Film yang mendekati sempurna terlepas dari keterbatasan dan kesederhanaan yang ditampilkan. Menjadi pelopor dari film-film dialogue heavy serta genre lainnya. Walaupun gagal meraih satupun Oscar pada tahun rilisnya, bukan berarti film ini bukan film terbaik. Film ini sudah jelas menjadi salah satu film terbaik sepanjang masa, bisa dilihat dari peringkatnya di berbagai media, serta kehadirannya di daftar-daftar film wajib tonton. Sudah pasti film ini juga menjadi salah satu film favorit saya sekarang, telat menonton film ini bukanlah masalah karena tidak ada kata terlambat. Apakah berlebihan jika saya memberi film ini nilai 9,9/10? saya rasa tidak, Silahkan tonton sendiri untuk memastikannya.

Share on Google Plus

About otongmas

0 comments:

Post a Comment